Rabu, 12 November 2008

BUKU SEKOLAH ELEKTRONIK

BSE
Buku Sekolah Elektronik
KataKunci: BSE, HET


Tahun 2008, terjadi sebuah peristiwa penting bagi dunia pendidikan sekaligus bagi dunia penerbitan buku pelajaran. Setelah tahun 2007 hingga 2008 pemerintah membuka lowongan naskah-naskah teks Buku Ajar untuk jenjang SD-SMP-SMA/SMK bagi para penulis buku teks ajar dan para guru (untuk kemudian naskah-naskah yang telah diseleksi BSNP+PERBUK tersebut dibeli hak ciptanya total senilai 10 Miliar rupiah), maka pada akhir tahun 2008 ini seluruh warga negara Indonesia dibebaskan untuk memperbanyak teks buku ajar tersebut. dan jika hendak diperjual belikan, maka pemerintah telah memberi patokan Harga Eceran tertinggi (HET).

Kisahnya, konon BSE adalah buku elektronik, dengan perantaraan dunia maya, maka siapapun bisa nge-downloadnya (istilah bhs Indonesianya: diUNDUH). Namun kisah ini berakhir dengan tuaian protes. Pihak sekolah sulit nge-download. bahkan setelah berhasil didownload, buku BSE yang masih bentuk file tersebut juga tidak mudah untuk di Printout hingga menjadi sebuah buku (ribet, butuh kertas banyak, tinta yang harus cukup tersedia, penjilidan manual yang tidak rapi dll).

Entah kesemuanya hanya skenario pemerintrah apa bukan, yg jelas pemerintah mengeluarkan kebijakan HET (Harga Eceran Tertinggi). Kebijakan ini dikeluarkan untuk mengatur para pihak yang menjual buku BSE unduhan. dengan adanya HET maka penerbit tidak bisa mengambil keuntungan maksimum, dan harapan terbesar pemerintah, bahwa pembeli (konsumen, siswa, pelajar, guru, ortu, murid) dapat mendapatkan harga buku yang murah.


Kenapa Pemerintah Mengeluarkan Kebijakan BSE dan HET ?
Masalah pendidikan menjadi isu yang sangat santer di publik politik. Politisi memandang hal yang sangat praktis bahwa masalah pendidikan terletak pada buku. kesimpulan politisi di dasarkan pada keluhan ortu bahwa setiap Tahun Ajaran Baru dan kenaikan kelas selalu saja siswa harus membeli buku (entah dengan harga yang lebih murah atau harga lebih mahal dari toko buku) yang jelas siswa harua membeli buku. berangkat dari keluhan inilah, pemerintah menganggap bahwa masalah buku adalah masalah yang sudah dianggap mengacaukan negara. Oleh sebab itu, akhirnya Negara melalui pemerintah mengintervensi peredaran buku pelajaran melalui dikeluarkannya BSE dan intervensi harga melalui kebijakan HET

Saat ini (nov 2008) telah terdapat ratusan Penerbit Kagetan yang mengunduh BSE dan menjual ke sekolah-sekolah dengan harga HET dari pemerintah. ratusan Penerbit Kagetan ini menganggap bahwa ini adalah kesempatan emas mereka untuk mencari keuntungan dari pasar buku dengan jumlah konsumen jutaan siswa (SD-SMP-SMA dan SMK). tapi betulkah adanya kesempatan emas itu ?

Perang Rabat!!!
Pengamatan saya di lapangan mengenai adanya ratusan Penerbit Karbitan yang mencoba mengais kesempatan emas di BSE menunjukkan adanya persaingan tidak sehat (bisa jadi para penerbit karbitan itu tidak sisap secara manajerial). Bayangkan saja. jika pada tanggal 1 November 2008 diskon yang saya dengar untuk BSE adalah hanya 5% diberikan kepada sales dari penerbit, sedangkan sekolah tidak diberi diskon. namun selang beberapa hari berikutnya diskon tersebut naik (penerbit pesaing memberikan tambahan lebih banyak diskon) menjadi 7%. beberapa hari berikutnya naik setengah% lagi menjadi 7,5%. tak lama beberapa hari berikutnya rabat BSE menjadi 10%, kemudian naik lagi menjadi 12,5%, 15%, 17%, 17,5%, 20%, dan hingga hari ini (tanggal 13 November 2008) diskon Buku BSE yang diberikan sales dari penerbit adalah sebanyak 25%. mungkin minggu-minggu depan bisa menembus angka 30%. Bukam Nain.

Berikut Skema perjalanan (distribusi) BSE :
Skema 1
File BSE -->diunduh penerbit untuk dicetak--> distributor -->Sales -->Konsumen/Sekolah

Skema 2
File BSE -->diunduh penerbit untuk dicetak-->Sales -->Konsumen/Sekolah

Beberapa percetakan, mereka mengunduh langsung BSE untuk kemudian dicetak sendiri dan di pasarkan sendiri. Dalam kasus lain, percetakan tidak mengedarkan sendiri melainkan melalui perantara sales. sales ini adalahs ales lepas, dalam artian keuntungan sales hanya didapat dari pembagian rabat yang diberikan percetakan. Namun di luar dua sistem distribusi di atas, terdapat juga distribusi INVESTASI, yakni: Para Investor memborong ribuan Eksemplar buku BSE yang sudah dicetak oleh Percetakan tertentu. INVESTOR ini membeli dengan tunai kepada percetakan. sebagai imbal baliknya, percetakan memberikan Rabat besar kepada INVESTOR. Barulah INVESTOR menyerahkan urusan pemasaran kepada Sales NonKaryawan (Freelance)

Kenapa disebut Sales Non Karyawan (sales Freelance) ?
Sales Non Karyawan adalah sales yang tidak digaji dan tidak mendapat fasilitas apapun. sales ini hanya mendapatkan upah dari keuntungan yang diperoleh jika sales tersebut berhasil menyisihkan rabatnya dengan konsumen langsung. jika Konsumen meminta Full rabat, makasales Freelance akan tidak mendapat keuntungan bahkan akan rugi alias TOMBOK. Sales non Karyawan ini harus pintar-pintar membagi sisa rabat setelah diambil konsumen untuk beban-beban: Makan-minum, Transportasi, Penyusutan kendaraan, PPh 1,5%, materai, Kesehatan dll. Setelah dikurangi beban-beban tersebut, maka barulah sales non karyawan tersebut mendapatkan untung. TAPI MUNGKINKAH ?
Misal, sebuah buku BSE berbandrol HET: Rp 10.000. Pihak Distributor memberikan rabat kepada Sales Non Karyawan sebanyak 20% (Rp 2,000). Pihak konsumen meminta rabat 10% (Rp 1,000). maka sisa rabat yang didapatkan sales non karyawan adalah 10% atau Rp. 1,000 untuk setiap buku.
jika sales ini mendapatkan order 10,000 eks, maka 10% yang ia terima adalah:

10.000 eks x Rp 10.000 = Rp 100,000,000 (seratus juta Brutto)
rabat yang diberikan distributor= 20% atau Rp. 20,000,000
rabat tersebut harus diberikan konsumen sebanyak = Rp. 10.000,000
sehingga sales non karyawan tersebut hanya mendapatkan sisa rabat = Rp. 10,000,000

dari Rp, 10,000,000 yang berhasil dikantongi sales, maka sales ini harus menanggung :
1. uang makan
2. biaya kesehatan
3. bensin (transportasi)
4. Penyusutan kendaraan
5. Perawatan kendaraan
6. Sewa mobil box
7.PPh 1,5% untuks etiap transaksi di atas 1 juta
8. materai Rp. 6,000 untuks etiap transaksi di atas 1 juta

Jika dalam satu bulan sales non karyawan tersebut mendapat sisa rabats ebanyak : Rp 10,000,000 maka setelah dikurangi beban dan biaya-biaya perhari dalam satu bulan:
1. makan 3kali x 5,000 x 30 hari : Rp 450,000
2. biaya kesehatan selama 1 bulan : Rp 150,000
3. bensin setiap hari 3 Liter x 30 hari x Rp 6,000 : Rp 540,000
4. Penyusutan kendaraan selama 1 bulan ; Rp 150,000
5. Perawatan kendaraan (Service dan ganti oli) : Rp 50,000
6. Sewa Mobil box dlm 1 bulan 2 kali : Rp 500,000
7.PPh 1,5% untuk tansaksi Rp 100,00,000 : Rp 1,370,000
8. materai Rp 6,000 untuk tarnsaksi dengan 100 sekolah : Rp, 600,000
9. biaya lain-lain (kerusakan buku, ongkos kuli, uang rokok dll) Rp 190,000
maka total pengeluaran dalam satu bulan adalah: Rp, 4,000,000,-
sehingga keuntungan yang didapat adalah : 10,000,000 - 4,000,000 = 6,000,000 per bulan

Namun mungkinkah seorang sales mendapat order 100,000,000 dalam satu bulan mengingat orang yang terjun dalam Kue BSE ini begitu banyak ?
Jika sisa rabat sebelum beban yang didapat sales hanya Rp 5,000,000 (karena ia berhasil menjual 5,000 eks x 10,000 = Rp 50,000,000. Rabat 2)5 dibagi konsumen dengan sales. @ 10%) maka setelah dikurangai beban operasional dalam satu bulan sebanyak Rp, 2,922,000 maka keuntungan yang sales peroleh tersisa: Rp 2,078,000
1. makan 3kali x 5,000 x 30 hari : Rp 450,000
2. biaya kesehatan selama 1 bulan : Rp 150,000
3. bensin setiap hari 3 Liter x 30 hari x Rp 6,000 : Rp 540,000
4. Penyusutan kendaraan selama 1 bulan ; Rp 150,000
5. Perawatan kendaraan (Service dan ganti oli) : Rp 50,000
6. Sewa Mobil box dlm 1 bulan 2 kali : Rp 500,000
7.PPh 1,5% untuk tansaksi Rp 100,00,000 : Rp 682,000
8. materai Rp 6,000 untuk tarnsaksi dengan 100 sekolah : Rp, 300,000
9. biaya lain-lain (kerusakan buku, ongkos kuli, uang rokok dll) Rp 100,000
maka total pengeluaran dalam satu bulan adalah: Rp, 2,922,000,-
sehingga keuntungan yang didapat adalah : 10,000,000 - 4,000,000 = 2,078,000 per bulan



jika 2,500 eks yang terjual dalam satu bulan, maka setelah dikurangi beban operasional, pendapatan yang sales terima adalah:
2,500eks x Rp 10,000= Rp 25,000,000
rabat 20% = Rp 5,000,000 (10% utk konsumen dan 10% untuk sales)
maka keuntungan sebelum beban yang di dapat sales = Rp. 2,500,000 (rabt 10% dari penjualan)
Beban operasional sales selama 1 bulan adalah : Rp 2,300,000 (kira-kira)
maka dalam satu bulan sales hanya mendapat keuntungan bersih hanya : Rp, 200,000
Berikut Hitung beban operasional sales selama 1 bulan jika perolehan penjualan 2,500 eks
1. makan 3kali x 5,000 x 30 hari : Rp 450,000
2. biaya kesehatan selama 1 bulan : Rp 150,000
3. bensin setiap hari 3 Liter x 30 hari x Rp 6,000 : Rp 540,000
4. Penyusutan kendaraan selama 1 bulan ; Rp 150,000
5. Perawatan kendaraan (Service dan ganti oli) : Rp 50,000
6. Sewa Mobil box dlm 1 bulan 2 kali : Rp 250,000
7.PPh 1,5% untuk tansaksi Rp 100,00,000 : Rp 340,000
8. materai Rp 6,000 untuk tarnsaksi dengan 100 sekolah : Rp, 30,000
9. biaya lain-lain (kerusakan buku, ongkos kuli, uang rokok dll) Rp 90,000

Beban operasional sangat sulit untuk diminimalkan, maka satu-satunya jalan jika ingin mendapatkan keuntungan besar, maka sales harus melakukan beberapa alternatif di bawah ini:
1. Mengecilkan rabat untuk konsumen
2. Menjual lebih banyak lagi buku (misal 10,000,000 eks per bulan)

nah Sales Non Karyawan BSE baru sangat cocok jika sales tersebut belum berkeluarga. Lain cerita jika sales tersebut sudah berkeluarga, maka bebab akan semakin melejit.

Buku BSE dengan kebijakan dikeluarkannya peraturan HET memang murah, tapi mampukan pemerintah memikirkan para salesnya yang harus menanggung sekian banyak beban ?
Jika rabat 10% untuk sales, 10% untuk konsumen, 30% untuk INVESTOR, 10% untuk percetakan, maka buku BSE HARGA PRODUKSINYA SEKITAR 35% s.d 40%
Itu artinya: jika harga sebuah buku BSE adalah 10,000 maka
Rp 1,000 = untuk keuntungan sales (belum dikurangi beban operasional sales lho ?)
Rp 1,000 = untuk keuntungan konsumen
Rp 3,000 = untuk keuntungan Investor
Rp 1,500 = untuk keuntungan Percetakan

maka tersisa biaya produksi sebesar =Rp 3,500

Nah, jika biaya Cetak saja Rp 3,500/ per eks, padahal pemerintah minta (menuntut) kualitas kertas isi yang bagus, kualitas kertas sampul bagus, kualitas penjilidan, kualitas lem, kualitas warna, kualitas cetak yang bagus, maka mungkinkah buku BAGUS BSE AKAN TERWUJUD ? Emang sebuah mesin cetak sekelas Heidelberg tidak membutuhkan biaya yang besar ?

jawaban pemerintah (mungkin lho ?) : "Mmmm ... perolehan keuntungan untuk INVESTOR jangan besar-besar"

Komentar saya: "Lho, untung 30% saja, mereka masih spekulasi, apa bener keuntungannya akan segitu banyak yang akan ia peroleh. jangan-jangan malah tombok karena dikemudian hari ada peraturan baru mengenai kurikulum dan isi buku. belum lagi jika keuntungan 30% masih di kurangi beban. bisa-bisa perolehan laba hanya 10% s/d 15%. Nyimpan buku digudang kan riskan: Kena air lah, lembab lah, kena Rayap lah, kenapa kebakar lah ... pokoknya ga' save.

Komentar pemerintah (mungkin lho ?) : "Ya, kalo begitu untuk konsumen jangan ada diskon!"

Komentar saya: "Lho, kalo namanya barang dijual di pasar, di mana-mana tetep ada persaingan. nah diskon inilah yang memicu orang untuk memilih produk yang ditawarkan sales. wajar jugakan kalo diskon nyampe 10% ke konsumen, lha wong Pemerintah aja kalo mau belanja pasti minta harga PASnya, alias harga Nettonya! tanya ja ke KPK, KPK pasti akan memberi rujukan agar setiap instnasi pemerintah harus belanja ke toko yang menjual dengan harga yang lebih murah dengan kualitas sama dengan harga yang mahal.

Komentar Anda ?




Tidak ada komentar: